Pidato Sukarno

Sabtu, 29 Agustus 2009

Sambutan sebagai Pahlawan Perang

Sambutan sebagai Pahlawan Perang dari Presiden Sukarno

Kami naik kapal perang. Dari rakyat makasar dikerap gerilyawan mampir. Disitu disambut meriah. Disana 3 hari terus pulang ke Jakarta. Di Jakarta disambut luar biasa oleh pejabat negara sampai 2 hari 2 malam.
Saya digandeng menteri Kei Mena dan Chaerul Saleh, saya didudukkan di dekat Presiden, tapi nggak mau tapi dibelakangnya.
Dalam sambutannya pak Karno,
“Saudara-saudara semua dan yang melampaui batas kewajiban, melampaui batas kewajiban seorang prajurit sehingga menyumbangkan yang luar biasa, bagi bangsa dan negara khususnya kerja angkatan perang diberikan pangkat / tingkat. Saudara akan saya tulis dengan tinta emas saya masukkan di Museum. Badan kamu sangat kurus tinggal kulit pembungkus tulang. PGT(Pasukan Gerak Tjepat)!!!!, …… , BR, Brawijaya.
Saya dibelakang Presiden menangis karena sangat terharu dan tersanjung.
Dari Jakarta pulang Semarang pakai kereta api, setiap stasiun dari Jakarta ke Semarang, berhenti. Disediakan makanan bungkusan dan hormat senjata (pasang sangkur). Sampai di Semarang disambut sang komandan di Tawang, dari jalan ke Srondol disambut warga dan anak-anak sampai masuk asrama. Saya libur di kampung 40 hari.
Sukarelawan Indonesia yang masuk Irian dikatakan anjing Soekarno. Sama sekali penduduk sana tidak ada yang membantu sukarelawan Indonesia.
Perjuangan di Irian Barat adalah perjuangan yang paling berat karena Indonesia tidak dapat mengirimkan bahan makanan untuk kami, sedangkan bahan makanan yang ada di hutan-hutan contohnya pisang diracun oleh penduduk Irian, tujuannya agar tidak diambil oleh pejuang, seandainya diambil kalau dimakan mati, kalau tidak ada hujan kita minum dari akar-akar pohonyang ada di hutan, karena sangat lapar kami makan sepatu yang kami bakar terlebih dahulu.(Dikisahkan sendiri oleh Suwaldi ditulis oleh Sudarmanto).

Pada Hari ke 22 tepatnya tanggal 24 Mei 1962

Pada Hari ke 22 tepatnya tanggal 24 Mei 1962
Tanaman itu yaitu keladi, itu saya gunakan dengan teman-teman untuk makan. Karena tidak ada pasuka Indonesia yang mengirim makanan, karena tidak tau posisi dimana kan nggak tahu. Setelah kumpul 22 orang mengadakan gerilya menyerang pos Belanda, jam 7 malam. Korban dari teman kita tidak ada karena malam itu gelap, teman kita masih lengkap. 3x kontak senjata dengan Belanda.
Belanda dan polisi memasuki kebun rakyat, dan kita mengadakan perlawanan, teman kita masih utuh. Setiap 1 minggu mereka patroli ngontrol padi dan pisang. Kita mencegat itu. Tujuannya untuk mengadakan perlawanan karena jumlah seimbang. Faedahnya kita membagi makanan pokok agar kita bisa bertahan hidup.
Belanda se Indonesia berkumpul disana semua, gerilya siang kurang mampu maka malam hari. Jadi pasukan kita tak bisa mendarat melalui kapal contoh pelabuhan Kei Mena, setiap 50 meter kanon laut 1 buah sepanjang 24 km.
Disamping itu jarak kurang lebih 200 meter dipasangi ranjau, kalau kapal bisa masuk akan meledak. Sekarang mungkin ranjaunya masih, disemua pelabuhan yang sisa untuk mendarat kapal. Bulan Agustus gencatan senjata. Kondisi saya masih sehat, saya mengekspedisi ke hutan kembali sebanyak 10 orang. Diantaranya Kapten Idrus, Pritu Ngatman, Peltu Dirwan, Pratu Listiyono, yang ketemukan. Semuanya tinggal tulang, hanya diambil sebagian tulang saja yang ada tanda namanya. Hanya sepotong tulang kecil saja belum diberi nama. Susah bawanya lewat jurang lainnya dikubur di tempat diketemukan. Sampai sekarang tak tahu diambil atau belum itu sekitar 12 hari.
Karena teman-teman kurus-kurus, dipanggil pulang ke Jakarta, tak bisa pulang / belum bisa memenuhi, disana untuk memulihkan kondisi badan dulu, karena pada saat itu kami semua kelihatan seperti jerangkong artinya tinggal kulit pembalut tulang. Tahun 1963 baru bisa ke Jakarta.(Dikisahkan sendiri oleh Suwaldi ditulis oleh Sudarmanto).

Ganasnya Oegunungan Ganova

Ganasnya Oegunungan Ganova
Perintah dari pak Harto Mayor Jendral masuk Irian. Pimpinannya kapten Untung, stanby di pulau Kei Kecil. Rencana mau diterjunkan di pulau Biak, berhubung kapal perang terbesar dunia Karl Durmark miliknya Belanda bersandar di Biak, maka tidak jadi diterjunkan di Biak, lalu diterjunkan di kabupaten Kei Mana.
Berangkat terjun dari pulau Kei Kecil jam 12 malam waktu Irian, pesawat yang saya tumpangi sudah diketahui pesawat Belanda, penerjunan hanya 1 Rit, tidak bisa berputar, saya diterjunkan jadwalnya di pegunungan Ganova, karena kalau satu rit jatuhnya sak sak e artinya di sembarang tempat. Baru terasa terjun sebentar kok sudah berhenti payung saya. Tahu-tahu payung saya itu termangsang di pohon besar.
Tingginya, tali payung dan payung itu 9 meter, saya sambung tali pleton 12 meter, saya sambung 3 meter tali snelpoing (tali luncur), berhubung saya membawa ransel 2 buah, rangsel saya ikat melalui tali dengan senjatanya, saya turunkan, saya tarik-tarik kok sudah sampai di tanah. Kurang lebih jam 7 waktu Irian, saya mulai turun menggunakan tali yang total panjangnya 24 meter ini depan pohon. Saya ngode tembakan dengan teman dijawab oleh teman bahwa itu teman, misal 2 tembakan dijawab 2 tembakan itu teman.
Mau menemui teman itu sampai lima hari lima malam. Saking senengnya saya debat dengan teman sejak pagi sore jalan terus. Secara sengaja saya gantungan pohon, pohon jebol, saya terjatuh di jurang sehingga tulang saya beberapa patah. (ini hari ke 2 tanggal 3 mei 1962 ).
Ketemu teman 5 orang pada hari ke 5. dalam perjalanan hujan terus. Pakai matel sende wit. Saat itu sangu makanan masih cukup untuk dimakan. Mau menuju Kei Mana dari gunung Ganavo lama.
Sehingga kehabisan makan. Makannya seadanya, kelapa yang keli di laut, dondong hutan, saya terkesan sekali tidak berak (ngising) 21 hari. Namun kondisi saya masih setengah sehat bisa mencapai titik yang dituju yaitu Kei Mana. Disitu ketemu teman-teman lagi sampai ada 22 orang di tepi sungai namun belum masuk Kei Mana namun sudah mendekati. Setelah disitu sudah menemukan tanaman-tanamn rakyat, berarti sudah dekat. (Dikisahkan sendiri oleh Suwaldi ditulis oleh Sudarmanto).

Berangkat dari Pulau Kei Kecil

BERANGKAT DARI PULAU KEI KECIL

Aku berdiri tegap dengan baju doreng tanpa tanda pangkat tepat jam 12 malam tanggal 2 Mei 1962 di lapangan udara sebuah pulau bernama pulai Kei Kecil yang terletak di sebelah barat pulau Irian Jaya. Di depan ku persis berdiri seorang Mayor Suharto memberi hormat kepadaku dengan berlinang air mata. Kubalas hormatnya dengan sigap. Kulangkahkan kakiku satu langkah tegap ke depan tepat di depan mayor yang gagah itu. “Saya siaaaap menjalankan tugas mayor,”begitu teriakku. Mengapa Mayor Suharto menangis? Apa medan yang akan kami tempuh begitu membahayakan? Apa kami ibarat pasukan semut akan melawan pasukan gajah? Banyak sekali pertanyaan yang mengisi otakku. Yang ada dalam pikiranku hanyalah segera ketemu belanda dan kubunuh! Ya, kubunuh dan kubunuh! Tak sedetikpun lengah, kecepatan menarik pelatuk sesuai sasaran yang menjadi andalanku. Mayor Jenderal Suharto menghampiriku dan membopongku naik kedalam pesawat. Seorang prajurit satu (pratu) dibopong oleh seorang Mayor Jenderal , suatu penghargaan yang sangat luar luar biasa dalam perjalanan hidupku. Aku merasa tersanjung dan diandalkan untuk memenangkan pertempuran. Meskipun nyawa taruhannya aku takkan gentar. Jangankan 10 orang, 100 atau bahkan 1900 orang belandapun akan aku lumat dan hancurkan, begitu tekadku. Mayor Jenderal Suharto memang piawai memompa semangat anak buahnya, semua pasukan yang berjumlah kurang lebih 900 orang dibopong satu per satu masuk kedalam pesawat Hercules yang akan diterbangkan menuju pulau Irian Jaya yang maha ganas.
Pesawat Hercules terbang rendah menuju pulau yang dipenuhi hutan lebat itu dengan semangat berani mati. Hanya satu tekad bulat kami, enyah, enyahlah kau Belanda dari ibu pertiwi. Ibu Pertiwi yang baru saja lepas memerdekakan diri tanggal 17 agustus 1945 dari belenggu penjajah. Untuk menggugah jiwa kami agar tidak gentar, kami menyanyikan lagu Bagimu Negeri . Padamu negeri, kami berjanji, padamu negeri kami mengabdi, padamu negeri kami berbakt,i bagimu negeri jiwa raga kami. Kami, satu per satu diterjunkan dengan payung parasut buatan Rusia yang berbentuk bulat.(Dikisahkan sendiri oleh Suwaldi ditulis oleh Sudarmanto).